Tekanan meningkat terhadap pemerintah Israel dari dalam negeri. Pemerintah diminta menyetop perang melalui gencatan senjata dan mengupayakan pembebasan sandera. Diketahui 200 orang telah ditahan Hamas di Gaza. Ini seiring serangan mendadak 7 Oktober yang dibalas Israel dengan serangan udara. Keluarga yang putus asa memohon kepada para pejabat untuk membantu membebaskan orang-orang yang mereka cintai. Mengutip Al-Jazeera ratusan orang berdiri di Tel Aviv akhir pekan lalu. “Semua negara di mana kalian, kalian harus paham ini neraka,” kata seorang pendemo yang juga ibu dari salah seorang sandıra, Shelly Shem Tov, dikutip Senin (23/10/2023).
Kemarahan ke pemerintah telah muncul terkait bagaimana PM Benjamin Netanyahu mengatasi situasi yang terjadi. Beberapa membawa spanduk berbunyi “Netanyahu dan Gantz (merujuk Menhan Israel) tidak peduli” dan “Gencatan Senjata, Bawa Mereka (sandera) Kembali”. Tekanan di luar Israel pun terjadi. Pasalnya banyak dari para sandera adalah warga negara atau warga negara ganda dari negara-negara di seluruh dunia, termasuk sekutu terdekat Israel. Setidaknya, beberapa dari 10 warga AS yang masih belum ditemukan setelah serangan 7 Oktober Hamas. Ada juga 17 warga Thailand di antara para sandera, dan delapan warga Jerman. Sebanyak tujuh warga negara Inggris dan tujuh warga negara Perancis juga hilang. Beberapa di antaranya diyakini juga disandera.
Sementara itu, mantan pejabat militer, politik dan intelijen Israel telah menyatakan keraguannya terhadap kepemimpinan Netanyahu. Eks PM Ehud Barak menggambarkan serangan Hamas sebagai “pukulan paling parah yang dialami Israel sejak berdirinya negara tersebut hingga saat ini”. Seorang mantan kepala staf Angkatan Pertahanan Israel mengatakan bahwa Netanyahu harus “mengundurkan diri sekarang”. Sementara seorang mantan pejabat intelijen menggambarkan pemerintah sebagai “disfungsional”.