Hakim konstitusi Saldi Isra menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) masuk jebakan politik usai mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang bersifat open legal policy. Hal ini dikatakan Saldi saat menyampaikan pertimbangan dissenting opinion atau pendapat berbeda perihal dikabulkannya gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. “Jika pendekatan dalam memutus perkara sejenis seperti ini terus dilakukan, saya sangat sangat-sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions,” kata Saldi dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).
Saldi mengakui MK seringkali memberikan pertimbangan opened legal policy terhadap permasalahan yang tidak diatur secara eksplisit di dalam konstitusi. Namun, MK tak memutus sendiri dan justru menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan keputusan tersebut. Oleh karena itu, kata dia, MK sudah seharusnya berpegang teguh pada pendekatan tersebut. MK juga perlu untuk tidak memilah-milih mana yang dapat dijadikan opened legal policy dan memutuskannya tanpa argumentasi serta legal reasoning yang jelas. Jika itu terjadi, Saldi menyebut penentuan opened legal policy oleh MK dikhawatirkan menjadi yurisprudensi ‘cherry picking’.
Dalam permohonan a quo, Saldi menegaskan, MK sudah seharusnya menerapkan judicial restraint atau pembatasan yudisial dengan menahan diri tidak masuk dalam kewenangan pembentuk undang-undang dalam menentukan persyaratan batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden. Hal ini diperlukan guna menjaga keseimbangan dan penghormatan kepada pembentuk undang-undang dalam konteks separation of powers atau pemisahan kekuasaan negara.