Perilaku sejumlah bakal calon presiden dan partai pengusungnya yang sudah menjanjikan sejumlah hal, walaupun belum memasuki masa kampanye, meski tidak keliru secara aturan tetapi dinilai tidak etis. Menurut Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, sejak UU Nomor 7 tahun 2017 diterjemahkan ke dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 15 tahun 2023, maka kriteria perbuatan yang dianggap pelanggaran dalam pemilu terkait kampanye semakin dipersempit hanya dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan. Penyempitan makna yang kemudian diterjemahkan Bawaslu itu justru hanya pada masa kampanye dan ada kata ajakan. Makanya menyampaikan janji-janji politik yang mirip dengan kampanye dianggap tidak melanggar aturan.
Kaka menilai seharusnya partai politik dan para bakal capres dan cawapres sebagai peserta pemilihan legislatif dan presiden mendahulukan etika buat tidak menebar janji-janji politik sebelum KPU menetapkan pasangan capres dan cawapres. Kaka menilai sebaiknya hal-hal seperti itu ditahan sampai memasuki masa kampanye. Menurut Kaka, yang seharusnya dikedepankan oleh para bakal kandidat dan parpol peserta Pemilu adalah fokus kepada proses menuju pendaftaran, seperti konsolidasi internal dan antarmitra koalisi, ketimbang menebar janji.
Sebelumnya, bakal capres dari Koalisi Indonesia Maju (KIM), Prabowo Subianto, sempat menjanjikan jika menang akan melakukan swasembada pangan, membuka lahan pertanian baru di lahan rawa-rawa atau gambut, menggenjot produksi minyak kelapa sawit sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil, serta memberikan makan siang dan susu gratis bagi seluruh pelajar Indonesia. Sementara itu bakal cawapres sekaligus Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjanjikan akan meningkatkan dana desa menjadi Rp 5 miliar, jika dia menang dalam Pilpres 2024.