Para pemimpin negara-negara Kelompok 20 (G20), pada Sabtu (9/9), sepakat untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan global hingga tiga kali lipat pada 2030 sebagai satu kebutuhan untuk menghentikan penggunaan pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap, namun tidak berhasil menetapkan target utama iklim. Dua puluh negara dengan perekonomian besar di dunia ini mempunyai perbedaan pendapat mengenai komitmen untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan target energi terbarukan. “Salah satu poin penting tersebut adalah usulan negara-negara Barat untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan pada 2030 dan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 60 persen pada 2035, yang ditentang oleh Russia, Tiongkok, Arab Saudi, dan India dalam pertemuan tingkat sherpa,” kata sejumlah sumber.
Deklarasi yang diadopsi oleh para pemimpin G20 pada pertama pertemuan puncak dua hari di New Delhi tidak menyebutkan pengurangan emisi rumah kaca. “Dikatakan bahwa negara-negara anggota akan mengejar dan mendorong upaya untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan secara global sejalan dengan keadaan nasional pada 2030,” katanya. Negara-negara anggota G20 bersama-sama menyumbang lebih dari 80 persen emisi global dan upaya kumulatif kelompok tersebut untuk melakukan dekarbonisasi sangat penting dalam perjuangan global melawan perubahan iklim.
Pembicaraan mengenai perubahan iklim pada pertemuan puncak blok tersebut akan diawasi dengan ketat oleh dunia menjelang pertemuan puncak perubahan iklim PBB COP28 di Uni Emirat Arab pada akhir tahun ini. Mengenai penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap, deklarasi tersebut mengatakan bahwa para pemimpin “menyadari pentingnya” untuk mempercepat langkah-langkah yang akan membantu transisi ke sistem energi rendah emisi. “Termasuk mempercepat upaya menuju penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara secara bertahap, sejalan dengan kondisi nasional,” katanya.