Junta Myanmar pada Rabu (6/9/2023) mengkritik pernyataan ASEAN yang mengutuk kekerasan militer dan menargetkan warga sipil sebagai pernyataan yang sepihak. Myanmar telah mengalami kekacauan sejak kudeta militer pada 2021 yang memicu protes massal dan tindakan keras militer. Dalam KTT ke-43 ASEAN pada Selasa (5/9/2023), para pemimpin ASEAN menyerukan kepada militer untuk meredakan kekerasan dan menghentikan serangan-serangan yang ditargetkan kepada warga sipil.
Tuan rumah Indonesia mengatakan bahwa tidak ada kemajuan yang signifikan dalam rencana tersebut. Myanmar mengecam penilaian tersebut sebagai tinjauan tidak obyektif dan sepihak, dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan pada Rabu di surat kabar Global New Light of Myanmar yang didukung pemerintah. Pernyataan tersebut meminta ASEAN untuk secara ketat mematuhi ketentuan dan prinsip-prinsip dasar Piagam ASEAN, terutama tidak mencampuri urusan dalam negeri negara-negara anggota.
Myanmar sendiri telah memutuskan tidak akan mengambil alih keketuaan ASEAN yang dijadwalkan pada 2026. Juru bicara junta Myanmar Zaw Min Tun mengonfirmasi kepada AFP bahwa Myanmar tidak akan menjadi ketua pada 2026, tanpa memberikan rinciannya. Myanmar sebelumnya menarik diri dari keketuaan ASEAN pada 2006 karena adanya potensi boikot dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan kekuatan-kekuatan internasional lainnya. Kursi tersebut jatuh ke tangan Filipina pada tahun itu.