Jakarta sedang dilanda polusi udara tingkat tinggi dan terus-menerus, dengan rata-rata tingkat PM2.5 melebihi pedoman WHO yaitu sekitar 7 kali lipat. Polusi udara ini tak kunjung hilang, meskipun langkah kebijakan untuk menguranginya sudah dilakukan. Misalnya memberlakukan work from home (WFH) bagi sebagian aparatur sipil negara (ASN) pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun, ternyata kebijakan yang dimaksudkan untuk mengurangi volume lalu lintas, tidak menghasilkan penurunan tingkat PM2.5 secara nyata. Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA) mengatakan, pengurangan perjalanan dan mengemudi secara lokal tidak menyelesaikan masalah polusi udara di Jakarta. “Akar permasalahan polusi udara di Jakarta tidak bisa direduksi hanya pada satu sumber saja, seperti perjalanan pulang-pergi. Misalnya, tidak ada penurunan polusi yang terukur selama WFH,” kata analis CREA Katherine Hasan, dalam keterangan pers, dikutip Kamis (31/8/2023).
Tingkat polusi sangat berkorelasi dengan model semburan emisi buang berbagai PLTU batu bara yang mencapai Jakarta. Hal ini secara jelas menunjukkan kontribusi sektor ketenagalistrikan serta sumber-sumber lintas batas secara umum. “Kami (CREA) telah mengidentifikasi selusin pembangkit listrik tenaga batubara di sekitar Jakarta, yang berlokasi di Banten dan Jawa Barat,” kata Katherine “Analisis kami terhadap episode polusi udara di Jakarta baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat polusi meningkat ketika angin bertiup dari lokasi yang memiliki pembangkit listrik tenaga batu bara,” imbuhnya.
Hal ini menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara adalah bagian dari masalah. Temuan ini memvalidasi hasil pemodelan CREA yang menemukan bahwa pembangkit listrik tenaga batu bara adalah penyebab untuk sekitar 2.000 kematian akibat polusi udara setiap tahunnya di Jakarta saja. “Meremehkan kontribusi pembangkit listrik tenaga batubara terhadap polusi yang terjadi belakangan ini tidak akan membantu mengatasi masalah genting saat ini,” tegasnya. Untuk itu, daripada terlalu berfokus pada penggunaan kendaraan bermotor pribadi, baik roda empat maupun roda dua di Jakarta, pemerintah harus mengatasi sumber utama polusi secara sistematis di tingkat daerah.