Minim Keterbukaan, KPU Dinilai Tak Pahami UU Keterbukaan Informasi

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, mengatakan KPU wajib memberikan lebih banyak informasi mengenai bakal calon anggota legislatif kepada publik, termasuk status bakal caleg bekas narapidana kasus korupsi. Ini merupakan hak publik dalam kategori right to know agar hadir partisipasi masyarakat apalagi ini menyangkut para calon wakil rakyat. Tanggapan itu disampaikan Neni terkait dengan keengganan KPU saat didesak oleh masyarakat sipil, dalam hal ini Indonesia Corruption Watch (ICW), untuk mengumumkan status nama-nama bakal caleg yang merupakan napi korupsi yang ada di daftar calon sementara (DCS).

ICW setidaknya menemukan 15 bakal caleg baik untuk tingkat DPRD kabupaten/kota/provinsi, DPR, dan DPD yang berstatus bekas koruptor. Mereka berasal dari Partai Nasdem lima orang (Abdullah Puteh, Rahudman Harahap, Abdillah, Budi Antoni Aljufri, dan Eep Hidayat), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dua orang (Al Amin Nasution dan Rokhmin Dahuri), Partai Golkar satu orang (Nurdin Halid), dan Partai Kebangkitan Bangsa satu orang (Susno Duadji). Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan keberadaan adanya bakal caleg bekas napi korupsi tersebut, seakan kebijakan progresif di bidang pemberantasan korupsi di masa mendatang masih menjadi angan-angan semu.

Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari membenarkan bahwa data itu terdapat di dalam DCS DPR dan DCS DPD Pemilu 2024. Berdasarkan data KPU, terdapat 52 bakal calon anggota DPR yang merupakan bekas terpidana. Sementara itu, untuk bakal calon anggota DPD, terdapat setidaknya 16 orang yang berstatus bekas terpidana.

Search