Menteri Keseharan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menyebut penyemprotan jalan tidak efektif mengatasi polusi dan hanya memindahkan polusi saja. Menurutnya, akan efektif jika penyemprotan tidak dilakukan dari bawah dan dilakukan secara meluas. “Partikel PM2,5 banyak beredar di udara atas, bukan di bawah. Jadi sebenarnya kalau menyemprot harus di atas, bukan di bawah. Kegiatan penyemprotnya juga harus luas karena kalau sedikit itu hanya menggeser-geser saja malah bisa menyebarkan dan pindah ke tempat lain,” ujar Menkes usai acara Asean Car Free Day, di Jakarta, Minggu (27/8).
Menkes menerangkan, Badan Kesehatan Dunia (WHO) membagi polusi udara ke dalam dua kelompok, yaitu gas dan partikel. Polusi udara yang dipicu gas bersumber dari nitrogen monoksida, sulfur monoksida, dan karbon monoksida, sedangkan polusi udara berasal dari partikel PM2,5 dan PM10. “Hanya ada dua hal yang bisa menghilangkan partikel PM2,5 dan sumber-sumber polutan lainnya secara cepat, yaitu hujan lebat dan angin kencang,” tambahnya. Budi mencontohkan, pada 17 Agustus 2023 lalu, berbagai pemantauan indeks kualitas udara di Jakarta menunjukkan angka berwarna kuning bahkan hijau. Menurutnya, saat itu ada angin kencang yang meniup polusi udara menjauhi Ibu Kota Indonesia tersebut.
Dia menambahkan, ada tiga penyebab utama polusi udara. Ketoga penyebab yaitu transportasi, pembangkit listrik tenaga uap yang memakai bakar batu bara, dan industri-industri yang menggunakan batu bara atau bahan bakar karbon lainnya. “Jadi kalau mau mengurangi PM2,5 itu yang biasanya dikurangi adalah transportasi, pembangkit listrik, dan industri. Inilah yang menyebabkan banyak PM2,5 berada di atas,” katanya. Menkes mengajak warga untuk menggunakan sarana transportasi publik guna mengurangi polusi.