Kampanye di Fasilitas Pendidikan Berbahaya

Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti, menyatakan meski kampanye di fasilitas pendidikan bersyarat ‘tanpa atribut’, tidak serta-merta menghilangkan relasi kuasa dan uang. Hal ini dianggap yang membahayakan netralitas lembaga pendidikan. Sebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan. Retno mengatakan, bahaya itu dapat semakin terlihat jika yang melakukan kampanye adalah kepala daerah setempat. Di mana, relasi kuasa sudah jelas ada dan bahkan yang bersangkutan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya.

Alasan berikutnya yakni tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik, tetapi tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu. Selain itu, fasilitas pemerintah boleh digunakan untuk pencerdasan politik bangsa, tetapi tidak untuk kepentingan elektoral tertentu.

Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, aktivitas pedagogi akan didistorsi menjadi aktivitas saling berebut politik kekuasaan. Siswa, guru, dan warga sekolah akan sangat rentan dimobilisasi sebagai tim kampanye atau tim sukses para kandidat. Di samping itu, saat sekolah jadi ruang kampanye pemilu maka kondisi tersebut juga membuat rentan terjadinya bullying atau perundungan di sekolah.

Search