TNI berencana merevisi aturan terkait pemberian bantuan hukum terhadap keluarga prajurit. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono mengatakan rencana itu disampaikan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono usai heboh bantuan hukum untuk keponakan Mayor Dedi Hasibuan yang terjerat kasus di Polrestabes Medan. Ia menjelaskan revisi dibuat agar definisi pihak yang berhak mendapat bantuan hukum tidak terlalu meluas.
Berdasar Keputusan Panglima TNI Nomor KEP/1089/XII/2017 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Bantuan Hukum di Lingkungan TNI, disebutkan kategori yang bisa mendapat bantuan hukum. Di antaranya adalah satuan di lingkungan TNI, prajurit dan PNS TNI; keluarga prajurit dan PNS TNI. Keluarga itu terdiri dari istri/suami prajurit TNI dan PNS TNI, anak, janda/duda, orang tua, mertua dan saudara kandung/ipar serta keponakan prajurit/PNS TNI. Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro mengatakan revisi aturan terkait bantuan hukum telah masuk program legislasi TNI tahun anggaran 2023. Ia mengatakan untuk menggodok itu, Mabes TNI juga mengajak mabes angkatan.
Sebelumnya, Mayor Dedi Hasibuan meminta bantuan hukum ke Kumdam I/Bukit Barisan terhadap tersangka pemalsuan surat keterangan lahan di Sumatera Utara berinisial ARH. ARH disebut merupakan keponakan Dedi. Peristiwa itu kemudian viral, dalam video yang beredar, Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa terlibat debat dengan Dedi. Teuku pun menjelaskan alasan penahanan ARH. Menurut Yudo, tindakan prajurit yang mendatangi Mapolrestabes itu tidak etis. Ia menekankan tindakan prajurit itu bukan atas nama Kodam I/Bukit Barisan.