Para petani garam di sentra garam Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu menjerit. Pasalnya, harga garam yang baru mereka panen terus-menerus anjlok. Salah seorang petani garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Ismail, menyebutkan, harga garam terus-menerus mengalami penurunan sejak beberapa pekan terakhir. Ismail menjelaskan, harga garam pada Mei 2023 lalu sempat menyentuh angka Rp 4.000—Rp 5.000 per kg di tingkat petani garam. Namun, harga itu hanya bisa dinikmati oleh segelintir petani garam yang telah panen lebih dulu.
Menurut Ismail, setelah memasuki musim kemarau, para petani garam mulai kembali memproduksi garam. Namun, saat panen, mereka harus gigit jari karena harga garam terus mengalami penurunan. Ismail menyebutkan, saat panen pertama beberapa pekan yang lalu, garamnya hanya dihargai Rp 1.650 per kilogram. Pada panen selanjutnya, garamnya berturut-turut hanya dihargai Rp 1.400 per kilogram dan Rp 1.200 per kilogram. ‘’Terakhir saya panen empat hari yang lalu, harga garam hanya Rp 800 per kilogram,’’ keluh Ismail. Bahkan, lanjut Ismail, garam milik petani garam yang lokasinya jauh dari jalan raya dihargai lebih rendah lagi, yakni, hanya Rp 500 per kilogram.
Langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah dengan menekan para importir garam untuk secepatnya menyerap garam rakyat. Tak hanya mengimpor saat terjadi kelangkaan garam, para importir juga memiliki tanggung jawab untuk menyerap garam rakyat ketika musim panen tiba seperti sekarang. Ketua Asosiasi Petani Garam (Apgasi) Jawa Barat M Taufik mengatakan, anjloknya harga garam itu karena pasokan yang berlimpah dari sentra garam yang saat ini sedang panen serentak. Untuk itu, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk melindungi para petani garam. Taufik menyatakan, panen raya garam akan berlangsung pada Agustus September. Harga garam pun dikhawatirkan lebih anjlok lagi. Selain itu, Taufik juga berharap agar pemerintah membentuk lembaga buffer stock guna menjaga ketersediaan stok nasional garam dan menjaga stabilitas harga.