Koalisi Masyarakat Sipil Minta Dugaan Korupsi Basarnas Diusut Tuntas

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, meminta agar dugaan kasus korupsi Basarnas dituntaskan. Kompetensi peradilan korupsi disebut ada di pengadilan umum bukan pengadilan militer. Hal ini disampaikan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, menyikapi polemik penetapan tersangka dan penangkapan Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Afri Budi Cahyanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang kemudian diakui KPK sebagai ada kesalahan prosedur dalam prosesnya.

Dalam siaran pers disebutkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan merupakan gabungan elemen organisasi sipil, di antaranya Imparsial, Elsam, Centra Initiative, PBHI Nasional, WALHI, YLBHI, Amnesty International Indonesia, Public Virtue, Forum de Facto, KontraS, LBH Pers, ICW, LBH Masyarakat, HRWG, ICJR, LBH Jakarta, LBH Malang, Setara Institute, AJI Jakarta, AlDP. Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, mengatakan kasus korupsi di Basarnas menunjukkan korupsi tidak mengenal latar belakang, baik sipil maupun militer. Dalam konteks itu, menurutnya, penting mengusut dugaan kasus-kasus korupsi, baik yang melibatkan perwira militer di semua instansi, baik di dalam maupun di luar lingkungan TNI.

KPK harus berani untuk mengusut tuntas kasus korupsi yang terjadi di Basarnas dan kasus-kasus korupsi lainnya yang melibatkan anggota TNI. “Tentu menjadi tidak tepat menyampaikan permohonan maaf oleh KPK sementara dasar hukum untuk KPK melakukan penyidikan dan proses hukum itu kuat,” ungkap dia. Sementara aktivis Forum for the Facto, Feri Kusuma, mengatakan, UU 31 tahun 1997 sudah tidak sinkron dengan konstitusi Indonesia. Statemen Danpuspom yang menyatakan bahwa hanya penyidik militer yang bisa menersangkakan anggota militer bertentangan dengan konsitusi. Tindakan mendatangi KPK, menurut Feri, merupakan salah satu bentuk tindakan intimidatif terhadap proses penegakan hukum. Penanganan korupsi, kata Feri, adalah kompetensi peradilan umum. Dalam hal ini pengadilan tindak pidana korupsi. “Tidak ada sama sekali kompetensi Peradilan Militer untuk mengadili tindak pidana korupsi,” ungkapnya.

Search