UMKM di Tanah Air membutuhkan dukungan regulasi sebagai pelindung dari serbuan produk impor. Salah satu dukungan tersebut adalah revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50/2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). Revisi ini juga diperlukan agar bisnis UMKM tidak terganggu oleh dugaan hadirnya Project S TikTok Shop. Kecurigaan tentang Project S TikTok Shop ini pertama kali mencuat di Inggris. Project S TikTok Shop ini dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris-manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di Tiongkok.
Dengan revisi Permendag 50/2020 tersebut, industri dalam negeri akan terlindungi, termasuk e-commerce dalam negeri, UMKM, dan juga konsumen. Pasalnya, dengan revisi aturan tersebut harga produk impor dipastikan tak akan memukul harga milik UMKM. Permendag 50/2020 diperlukan sebagai langkah awal untuk mengatur model bisnis social commerce. Nantinya diperlukan aturan lebih detail mengenai pengaturan white labelling, sehingga tidak merugikan UMKM di Indonesia.
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki menegaskan, untuk mengatasi ancaman ini sudah seharusnya disiapkan regulasi, salah satunya revisi Permendag Nomor 50/2020. Apalagi, revisi aturan ini sudah diwacanakan sejak tahun lalu, namun hingga kini belum terbit. Padahal, ada banyak UMKM yang bisnisnya mulai redup lantaran belum muncul jua kebijakan terbaru tentang PPMSE. Kemenkop UKM telah melakukan pembahasan secara intensif dengan Kemendag, kementerian/lembaga lain, dan juga secara resmi sudah mengirimkan draf perubahan revisi Permendag Nomor 50/2020 ini kepada Kemendag. Namun hingga saat ini masih belum keluar juga aturan revisinya. Ini sudah sangat urgen. Untuk menghadirkan keadilan bagi UMKM di pasar e-commerce, Kemendag perlu segera merevisinya. Aturan ini nampaknya macet di Kementerian Perdagangan, jelas Teten dalam pernyataan resmi, Kamis (6/7/2023).