Pemerintah diminta terus mengurangi kebergantungan pada utang dalam mengelola keuangan negara setiap tahunnya. Harapan itu disampaikan setelah pemerintah mengurangi jumlah penerbitan utang mulai pada 2022 dan diperkirakan juga berlanjut tahun ini. Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, pada Rabu (5/7), mengatakan kalau dua tahun ini pemerintah bisa mengurangi penarikan utang dari target, diharapkan dalam APBN berikutnya bisa zero deficit, bahkan mencatat surplus. Pemerintah seperti cuitan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, berencana mengurangi penerbitan utang tahun ini sebesar 289,9 triliun atau berkurang 41,6 persen dari target sebelumnya 696,3 triliun rupiah.
Berkurangnya penerbitan itu seiring dengan defisit Anggran Pendapatan dan Belanja (APBN) tahun ini yang diperkirakan lebih rendah dari proyeksi awal sebesar 2,84 persen terhadap PDB. Lebih lanjut, Maruf mengatakan pengurangan utang sebesar itu adalah sinyal positif bahwa ekonomi Indonesia sedang membaik. “Hal ini menunjukkan ketahanan ekonomi dalam menghadapi ketidakpastian global memberikan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional. Pengurangan utang mencerminkan upaya pemerintah untuk mengelola keuangan secara efektif dan mengurangi ketergantungan pada utang,” papar Maruf. Selain itu, pengurangan utang juga mencerminkan komitmen pemerintah Indonesia dalam menjaga keberlanjutan fiskal dan mengelola risiko terkait utang. Dalam kondisi ekonomi global yang tidak stabil, langkah ini menunjukkan ketahanan ekonomi Indonesia dan kemampuannya untuk mengendalikan risiko keuangan.
Meskipun pengurangan utang menjadi sinyal positif, namun hal ini tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan tantangan yang masih ada. Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan ekonomi, seperti kesenjangan ekonomi, pengangguran, dan ketimpangan regional. Sementara itu, pakar ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan pengurangan utang menunjukkan pemerintah mengutamakan prinsip kehati-hatian. Sebab, dengan pengurangan akan mengurangi risiko bagi pemerintah, baik dalam kemampuan bayar maupun antisipasi reaksi pasar.