Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) masih dianggap sebagai solusi alternatif pembiayaan dalam mengejar target produksi pangan di tengah minimnya ketersediaan anggaran negara di sektor pertanian. Karena itu, pemerintah terus menerapkan sejumlah terobosan guna menggenjot serapan KUR, khususnya di sektor pertanian, di antaranya dengan memangkas bunga dan menaikkan plafon pinjaman. Per 26 Juni 2023, penyaluran KUR pertanian mencapai Rp 30,42 triliun, atau 30,42% dari target tahun ini sebesar Rp 100 triliun.
Menurut Direktur Pembiayaan Pertanian Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian (PSP Kementan) Indah Megahwati, salah satu masalah yang dihadapi pelaku usaha di sektor pertanian dalam mengembangkan usaha taninya adalah kesulitan mengakses sumber-sumber pembiayaan atau permodalan dan keterbatasan lembaga keuangan/perbankan yang bersedia menyediakan modal karena sektor tersebut dianggap berisiko tinggi. Di sisi lain, lanjut dia, pemerintah memiliki keterbatasan dalam menyediakan anggaran, baik melalui APBN maupun APBD, untuk mengejar target-target produksi dan penyediaan pangan bagi 275 juta penduduk Indonesia. “Harus memberi pangan bagi 275 juta penduduk Indonesia, tapi duitnya dikurangi terus. Solusinya, salah satunya dengan KUR,” ungkap Indah.
Dalam data yang pernah dipublikasikan Kementan, ketika pada 2018 anggaran Kementan Rp 23,9 triliun, serapan KUR pertanian masih Rp 29,8 triliun. Pada 2019, anggaran Kementan Rp 21,8 triliun, serapan KUR Rp 36,17 triliun. Lalu, saat pada 2020, Kementan mendapat anggaran Rp 15,89 triliun, serapan KUR tembus Rp 55,3 triliun. Pada 2021, saat Kementan mendapat anggaran Rp 16,3 triliun, serapan KUR mencapai Rp 85,6 triliun. Kemudian, pada 2022, ketika Kementan hanya mendapat anggaran Rp 14,45 triliun, serapan KUR sebesar Rp 113,4 trilun. Dari tabel tersebut, anggaran Kementan cenderung terus menurun, sebaliknya serapan KUR meningkat. Artinya, keberadaan KUR mampu menutupi kekurangan anggaran pertanian dalam memenuhi target-target produksi pangan.