Bisa Picu Hiperinflasi, BI Jangan Paksakan Redenominasi

Pemerintah dan Bank Indonesia diminta lebih fokus menyelesaikan permasalahan bangsa yang mendesak seperti pengentasan kemiskinan, penanganan stunting, dan penanggulangan dampak pemanasan global ketimbang menguras energi untuk melakukan redenominasi rupiah. Redenominasi sendiri adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky, yang diminta pendapatnya mengatakan bahwa rencana redenominasi rupiah sama sekali tidak penting dilakukan. Menurut Riefky, tak ada kegentingan yang bersifat memaksa untuk melakukan redenominasi. Demikian pula dalam konteks agar kurs rupiah terjaga juga tidak membutuhkan redenominasi rupiah.

Hal yang paling penting dilakukan pemerintah dan BI saat ini adalah bagaimana agar perekonomian stabil dan terus tumbuh. Tentu dengan menjaga stabilitas inflasi, mendorong hilirisasi, serta menarik investasi sebanyak mungkin agar investor global tidak memilih negara lain. Investasi, paparnya, akan memberi efek positif terhadap penyerapan tenaga kerja dalam negeri sehingga mengurangi pengangguran dan mengentaskan kemiskinan. Redenominasi, katanya, akan menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat jika sosialisasi minim dan tanpa mempertimbangkan kesiapan masyarakat.

Pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Aloysius Gunadi Brata, mengatakan redenominasi rupiah perlu didahului dengan kepastian bahwa masyarakat secara umum memiliki pemahaman yang benar. Dari sisi kebijakan, redenominasi dapat saja merupakan suatu simplifikasi numerik belaka, dan dapat dilihat juga sebagai petunjuk bahwa tidak ada problem inflasi yang serius. “Namun demikian, jika masyarakat tidak cukup paham, ada risiko redenominasi justru ditanggapi sebagai indikasi adanya persoalan ekonomi yang akut, misalnya inflasi yang tak teratasi,” kata Aloysius.

Search