Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, pada Kamis (21/6/2023), mempertanyakan kebijakan KPU RI menghapus ketentuan yang mewajibkan peserta pemilu menyampaikan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK). Penyampaian LPSDK sebenarnya tidak memberatkan peserta pemilu, termasuk partai politik. Bagja mengatakan penghapusan LPSDK juga akan membuat pemilih kehilangan sumber informasi untuk mempertimbangkan kandidat yang akan dipilih. Adapun LPPDK tidak bisa jadi acuan karena baru disampaikan setelah hari pencoblosan.
Ketika LPSDK resmi dihapuskan, maka semua peserta Pemilu 2024, mulai dari pasangan capres-cawapres hingga partai politik, tidak lagi wajib melaporkan sumbangan kampanye kepada KPU segera setelah dana diterima selama masa kampanye. Peserta pemilu hanya wajib menyampaikan dana sumbangan yang diterimanya dalam Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) dan Laporan Penerimaan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK). Menurut Bagja, penghapusan LPSDK akan membuat pihaknya kesulitan mengawasi dana sumbangan kampanye yang diterima peserta pemilu. Sebab, selama ini LPSDK digunakan sebagai data pembanding terhadap LPPDK. Tanpa LSPDK, tentu pihaknya hanya bisa membandingkan LADK dan LPPDK.
Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, menjelasakan bahwa penghapusan LPSDK tidak akan mengurangi transparansi dana kampanye para kandidat (16/6/2023). Transparansi masih bisa diwujudkan karena ada ketentuan rekening khusus dana kampanye, LADK dan LPPDK. Selain itu, KPU RI juga membuat inovasi baru bernama Sistem Informasi dan Kampanye (Sidakam), sebuah kanal bagi para peserta pemilu menyampaikan sumbangan dana kampanye secara harian. Namun, sejumlah pegiat pemilu menilai Sidakam tidak bisa menggantikan LPSDK karena sifatnya tidak wajib.