Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengarahkan belanja di kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda) agar lebih konkret dan produktif, bukan untuk membiayai program-program yang absurd atau tidak jelas. “Pemberdayaan, pengembangan, istilah-istilah yang absurd, tak konkret. Langsung sajalah, itu untuk modal kerja, untuk beli mesin produksi, untuk marketing, kalau pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kan semestinya ke program untuk pameran, jelas. Ini tugas BPKP, orientasinya ke situ,” kata Presiden Jokowi saat membuka Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 di Jakarta, Rabu (14/6).
Presiden menyampaikan pertimbangannya sering melakukan inspeksi ke lapangan karena untuk pengawasan. Meskipun sudah memelototi program belanja pemerintah pusat dan daerah, namun kerap masih saja ada program yang “bablas” atau tidak produktif. Banyak anggaran program yang tidak efektif ditemui Presiden Jokowi, salah satunya anggaran untuk pengembangan UMKM dan pembangunan penyuluh pertanian. “Pembangunan balai untuk membangun dan merehabilitasi balai. Jelas. Anggarannya satu miliar rupiah, (anggaran) kecil ini mestinya untuk satu miliar rupiah ya mestinya 900 juta rupiah untuk rehabilitasi. Mestinya. Tapi setelah kita cek benar, 734 juta itu honor, rapat, dan perjalanan dinas. Artinya 80 persen. Ini sudah tak bisa lagi,” kata Jokowi. Presiden mengatakan tugas berat menanti BPKP untuk mengubah cara realisasi anggaran program itu.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh, mengatakan perencanaan dan penganggaran untuk daerah belum optimal. Hal itu terlihat pada temuan BPKP yang menunjukkan sebanyak 43 persen program berpotensi tidak optimal dengan mengacu pada sasaran pembangunan pada daerah yang diuji petik. Selain itu, pihaknya juga menemukan ada potensi pemborosan alokasi belanja daerah sebesar 21 persen dari nilai anggaran yang diuji petik. Dia juga mengungkapkan kalau pelaksanaan pengawasan intern dalam upaya pengawalan dan pendampingan belum sepenuhnya diterima baik oleh pimpinan K/L dan pemda. Pengamat ekonomi Universitas Diponegoro (Undip), Esther Sri Astuti, mengatakan monitoring dan evaluasi diperlukan untuk setiap alokasi anggaran yang rutin agar program tepat sasaran.