Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap alasan turunnya indeks persepsi korupsi Indonesia di angka 34. Indeks persepsi korupsi (IPK) atau corruption perception index (CPI) Indonesia merosot 4 poin, dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada tahun 2022. Selain itu, rangking Indonesia turun 14 tingkat, dari 96 menjadi 110. “Di tahun 2022 indeks persepsi korupsi kita terjun dari 38 ke 34, itu membuat kita kaget. Korupsinya makin menjadi-jadi berarti. Di mana itu, di sektor-sektor mana?” kata Mahfud dalam sambutannya pada acara “23 Tahun KPPU” di Sarinah, Thamrin, Jakarta, Minggu (11/6/2023).
Karena penasaran, Mahfud pun mengundang lembaga-lembaga internasional guna membahas turunnya IPK Indonesia. “Kesimpulannya itu memang terjadi conflict of interested di dalam jabatan-jabatan politik,” kata Mahfud. “Di DPR, itu terjadi transaksi di balik meja, Mahkamah Agung, pengadilan bisa membeli perkara. Di pemerintah, di birokrasi sama, itu temuannya,” ujar Mahfud lagi. Ia juga mengatakan, ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang memiliki konsultan hukum. “Nanti kalau ada masalah ‘tolong dibantu itu’. Ini ngurus orang korupsi, bantu ini. Dibawa ke pengadilan, pengadilannya kolusi lagi. Sampai akhirnya hakim ditangkap, jaksa ya ditangkap, polisi ditangkap dan seterusnya,” tutur Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud meminta agar permasalahan seperti itu ditata kembali. Mahfud mengatakan, untuk menjadi negara maju, perekonomian Indonesia harus didukung oleh tiga dimensi utama, yakni membuat kebijakan yang berempati dan antikorupsi, pelaku usaha yang rajin berinovasi dan bersaing secara sehat, serta konsumen atau masyarakat yang dilindungi haknya untuk terus kritis. Mahfud menyebutkan bahwa tiga dimensi tersebut merupakan kumulatif atau tidak bisa dipilih salah satu saja.