Petani Minta Pasal Tembakau dalam RUU Kesehatan Dicabut, Ini Alasannya

Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan, yang menyejajarkan tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol berpotensi menjadi gerbang kriminalisasi dan mengancam hilangnya mata pencaharian para petani. “Para petani dihadapkan pada rancangan regulasi yang tidak adil. Di dalam RUU Kesehatan ada aturan yang mau menyetarakan tembakau dan hasil tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol. Ini menyakiti hati kami yang sudah turun temurun menanam tembakau sebagai sumber penghidupan,” ungkap Ketua Dewan Perwakilan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Kabupaten Temanggung, Siyamin dalam keterangannya, Kamis (8/6).

Selain itu, Ketua APTI Pamekasan, Samukrah, juga menilai pasal tembakau yang ada dalam RUU Kesehatan itu sebagai bentuk penindasan kepada para petani. “Sungguh ini niatan yang tidak masuk akal, apalagi tidak pernah disampaikan, padahal akan sangat berdampak bagi penghidupan petani tembakau,” ujarnya. Atas dasar itu pihaknya meminta Komisi IX DPR untuk secara bijaksana menghapus pasal-pasal tembakau dalam RUU Kesehatan dimaksud. Sebab, dampak negatif dari aturan tersebut juga dapat merembet ke sektor produksi hasil tembakau dan sektor hilir di mana terdapat jutaan masyarakat Indonesia terlibat di dalamnya. Belum lagi dampak terhadap perekonomian negara karena industri tembakau setiap tahunnya menyumbang pendapatan dalam jumlah besar.

Di kesempatan terpisah, anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah mengatakan, memposisikan tembakau sejajar dengan narkotika, psikotropika, dan alkohol bisa menjadi celah kriminalisasi. “Saya bisa memahami ketika ada kelompok yang menolak RUU ini, khususnya terkait pasal 154 itu dengan menilai RUU ini tidak rasional, diskriminatif, dan akan mengkriminalisasi para petani dan juga para perokok,” ujarnya, kepada wartawan. Potensi kriminalisasi dimaksud, kata Luluk, karena nantinya tembakau beserta produk turunannya akan disamakan dengan narkotika.

Search