Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menilai KPU lebih tunduk terhadap DPR RI daripada Undang-undang Pemilu. Hal ini imbas tak direvisinya aturan yang mengancam jumlah caleg perempuan pada Pemilu 2024.
Koalisi menegaskan bahwa aturan tersebut tidak selaras dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mensyaratkan keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen dalam daftar caleg. Sementara itu, KPU RI yang awalnya berjanji akan merevisi aturan bermasalah itu justru tak kunjung melakukannya setelah Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI meminta KPU RI tak merevisi apa pun soal peraturan pencalegan.
Pada Senin (5/6), Koalisi melayangkan uji materi secara resmi ke Mahkamah Agung atas aturan yang tidak pro upaya afirmasi perempuan itu. Uji materi ini diajukan dengan diwakili 5 pemohon, terdiri dari 2 badan hukum privat dan 3 perseorangan. Dua badan privat itu yakni Perludem dan Koalisi Perempuan Indonesia. Sementara itu, 3 orang pemohon lainnya adalah peneliti senior NETGRIT sekaligus mantan komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, pakar hukum kepemiluan UI sekaligus anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, serta perwakilan Maju Perempuan Indonesia sekaligus eks komisioner Bawaslu RI Wahidah Suaib. Aktivis HAM sekaligus pendiri Institut Perempuan, Valentina Sagala, beserta eks komisioner KPU RI dan DKPP RI, Ida Budhiati, didapuk sebagai 2 orang ahli guna memperkuat dalil-dalil permohonan yang diajukan.