Pernyataan Presiden yang mengakui bahwa dirinya akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 demi kepentingan negara, ditanggapi Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman (30/05). Menurut Benny, sebagai kepala negara, ia harus bersikap netral dalam Pemilu 2024. Argumentasi Presiden untuk cawe-cawe demi kepentingan bangsa dan negara dipandang problematik karena bisa saja digunakan pejabat negara lain dengan alasan yang sama.
Sebagai politisi dan petugas parpol, wajar jika Jokowi mendukung pihak tertentu. Akan tetapi, itu tidak boleh diikuti dengan penyalahgunaan kekuasaan untuk merealisasikan hal yang diklaim sebagai kepentingan bangsa dan negara. Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, melihat pernyataan Jokowi yang akan cawe-cawe dalam Pemilu 2024 berbahaya. Presiden semestinya mengambil peran untuk memastikan pemilu berlangsung sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Jokowi juga diingatkan agar tidak memosisikan diri sebagai penentu konstelasi pilpres. Secara terpisah, Anies Baswedan mengatakan, banyak menerima aspirasi dan kekhawatiran mengenai pernyataan Presiden untuk tidak bersikap netral dan akan cawe-cawe dalam pemilu. Kekhawatiran itu di antaranya terkait akan adanya penjegalan, kriminalisasi, dan tidak netralnya penyelenggaraan pemilu.
Ketua DPP PDI-P, Bambang Wuryanto, mengatakan jika dilihat dari pilihan kata yang digunakan Presiden, cawe-cawe merupakan diksi dalam bahasa Jawa yang berarti ikut campur atau ikut mewarnai. Cawe-cawe berlebihan dalam penyelenggaraan pemilu tentu akan menuai ketidaksepakatan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, cawe-cawe dimaksud hendaknya tetap dilakukan sesuai dengan keadaban. Wakil Ketua Umum PPP, Arsul Sani, menambahkan istilah cawe-cawe yang digunakan Presiden memang membuka ruang untuk ditafsirkan sebagai intervensi kekuasaan dalam proses pemilu.