Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengklaim pelaksanaan harga gas bumi tertentu (HGBT) senilai US$6 per MMBTU berdampak pada kehilangan penerimaan negara sebesar Rp29,39 triliun. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Ditjen Migas Tutuka Ariadji mengatakan kerugian dipicu oleh penyesuaian harga gas bumi, setelah menghitung bagi hasil produksi migas antara bagian pemerintah terhadap kontraktor. “Terkait penurunan-penurunan penerimaan bagian negara atas HGBT ini, kewajiban mereka kepada kontraktor yaitu sebesar 46,81 persen atau Rp16,46 triliun pada 2021 dan 46,94 persen atau Rp12,93 triliun 2022,” kata Tutuka dalam keterangan resmi seperti dikutip pada Kamis (13/4).
Tutuka menilai dalam menjalankan kebijakan insentif harga gas sebesar US$6 per MMBTU untuk tujuh sektor industri tersebut, pemerintah hanya bisa mengorbankan bagian negara. Sedangkan, porsi bagian kontraktor tetap. Tutuka menambahkan penurunan pendapatan negara juga terjadi pada perpajakan dari industri penerima insentif harga gas, yakni sebesar 3 persen pada 2021.
Atas kondisi penerimaan negara yang hilang tersebut, Tutuka menyebut Kementerian ESDM telah mengajukan penyesuaian penerimaan negara atas penerapan HGBT. Adapun atas pengajuan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga telah memberikan tanggapan atas penyesuaian penerimaan negara, sesuai dengan penyesuaian penerimaan HGBT.