Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty, mengatakan bahwa berdasarkan hasil uji petik dalam tahapan pencocokan dan penelitian (coklit), pihaknya menemukan 6.476.221 pemilih yang tidak memenuhi syarat/TMS (29/3/2023). Selain menemukan jutaan pemilih TMS, Bawaslu juga mencatat ada dua kategori pemilih yang perlu mendapat perhatian pemangku kepentingan pemilu, yakni pemilih penyandang disabilitas (174.454 orang) dan pemilih yang belum memiliki kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el tetapi memiliki kartu keluarga (832.204 orang).
Dari temuan tersebut, penataan kembali atau restrukturisasi TPS oleh KPU dalam waktu yang sangat singkat mengakibatkan adanya pemilih yang salah penempatan TPS. Hal ini juga dapat memunculkan temuan pemilih tidak dikenali dan pemilih bukan penduduk setempat. Lebih jauh, potensi munculnya pemilih ganda juga bisa terjadi akibat adanya pemilih pindah domisili yang masuk dalam daftar pemilih. Sebab, pemilih tersebut masih belum dihapus dari lokasi awal. Atas temuan-temuan itu, Bawaslu mengingatkan KPU agar penyusunan daftar pemilih sementara (DPS) dilakukan secara cermat dengan membersihkan pemilih ganda, termasuk pemilih TMS yang masih tercantum dalam daftar pemilih.
Dirjen Dukcapil Kemendagri, Teguh Setyabudi, mengatakan pihaknya terus mengakselerasi perekaman KTP-el. Koordinasi dengan pemerintah daerah dilakukan agar upaya jemput bola dengan membuka layanan perekaman KTP-el. Manajer Pemantauan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Aji Pangestu mengatakan, masalah akurasi data pemilih seharusnya mulai dirunut sejak penyandingan data Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) dengan daftar pemilih berkelanjutan KPU yang berasal dari daftar pemilih tetap di pemilu sebelumnya yang menjadi acuan coklit. Jika data tersebut mutakhir, semestinya data pemilih bisa akurat.