Bank Indonesia (BI) mengakui sulit untuk menerapkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) antar negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Filianingsih Hendarta memaparkan sejumlah tantangan mengembangkan alat transaksi itu, seperti biaya tinggi, keterbatasan akses, hingga transparansi. Oleh karena itu, kemajuan pengembangan QRIS antar negara itu tak mengesankan seperti pembayaran di domestik.
Filianingsih pun berharap ke depan implementasi QRIS di ASEAN bisa semasif di Indonesia. “Untuk tujuan ini kami akan (memanfaatkan) FSB (Financial Stability Board). Lalu roadmap untuk meningkatkan pembayaran lintas batas. Saya yakin itu akan menetapkan elemen yang diperlukan untuk mengatasi biaya tinggi, kecepatan rendah, akses terbatas, transparansi yang tidak memadai,” katanya dalam gelaran ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors (AFMGM) di Nusa Dua Bali, Selasa (28/3).
Ia juga menyebut setiap negara memiliki aturan dan rancangan mengenai pembayaran yang berbeda-beda. Hal inilah yang membuat penerapan QRIS antar negara menjadi kompleks dan memakan waktu. Meski begitu, saat ini BI, Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT), sudah sepakat bekerja sama dalam mengimplementasikan QRIS antar negara.