Kekhawatiran akan meluasnya krisis perbankan di Amerika Serikat (AS) dengan dilikuidasinya Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank mulai menghantui pasar keuangan global. Apalagi, pada Kamis (16/3) diberitakan kalau Credit Suisse, salah satu bank ternama di Eropa, akan mengajukan pinjaman hingga 54 miliar dollar AS ke Bank Sentral Swiss (SNB). Pinjaman itu untuk menopang likuiditas dan menjaga kepercayaan investor setelah saham bank tersebut pada perdagangan Rabu (15/3) anjlok hingga 30 persen. Informasi pengajuan jaman ke bank sentral itu segera direspons investor di bursa regional Asia menjelang penutupan perdagangan Kamis dengan memburu safe haven atau aset investasi yang nilainya tetap terjaga meskipun ekonomi dunia tidak stabil. Investor pun berburu dollar AS dan yen Jepang karena khawatir krisis perbankan global makin meluas.
Kekhawatiran munculnya tekanan-tekanan baru tersebut pada bank-bank di AS dan Eropa menimbulkan berbagai aksi spekeluasi kalau krisis perbankan bisa meluas dan sistemik. Credit Suisse berjuang untuk memulihkan kepercayaan investor dan nasabah dari serangkaian skandal. Hal itu yang menyebabkan mereka menjadi korban terbaru yang terjebak dalam krisis kepercayaan setelah runtuhnya SVB minggu lalu. Penutupan SVB, pada Jumat (10/3), diikuti runtuhnya Signature Bank dua hari kemudian telah memaksa Presiden AS, Joe Biden buru-buru memberikan jaminan bahwa sistem keuangan aman dan mendorong tindakan darurat AS yang memberi bank akses yang lebih luas ke banyak pendanaan. Investor pun dikabarkan cemas menunggu kejelasan lebih lanjut tentang seberapa luas dampaknya, dan langkah-langkah penyelamatan dari pihak berwenang yang dinilai belum banyak membantu meredakan ketakutan yang meningkat.
Direktur eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudisthira, yang diminta pendapatnya mengatakan perlunya mewaspadai efek domino kejatuhan bank SVB yang mengingatkan pada dotcom bubble tahun 1995-2000. Bedanya, dotcom bubble saat ini lebih terintegrasi antara startup digital dan sektor keuangan sehingga mengirim sinyal risiko secara global. “Sekarang yang perlu diwaspadai efek domino ke modal ventura di mana beberapa perusahaan startup merugi dan membutuhkan suntikan modal baru untuk mempertahankan operasionalnya,” kata Bhima. Bhima pun menyarankan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan segera melakukan stress test dan mitigasi risiko bank-bank di Indonesia. “Terlalu dini menyatakan dampak penutupan SVB, sangat kecil ke Indonesia,” pungkasnya.