Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Panjaitan meyakini kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) tidak berdampak pada perbankan di Indonesia. Kendati demikian, ia mewanti-wanti untuk tetap berhati-hati terhadap kolapsnya SVB meskipun secara rasio likuiditas atau liquidity coverage ratio (LCR), perbankan di Tanah Air jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara seperti AS, Jepang, dan China hingga Eropa. Saya lihat di sini liquidity coverage ratio kita 234 persen masih tinggi, AS itu 148 persen kemudian Jepang 135 persen, China 132 persen, Eropa 120 persen, jadi Indonesia masih sangat tinggi sekali,” katanya.
SVB kolaps pada Jumat (10/3) pagi waktu Amerika Serikat (AS). Kebangkrutan bank spesialis pemberi pinjaman startup itu terjadi setelah 48 jam mengalami krisis modal. Salah satu pemicu kebangkrutan SVB adalah kenaikan suku bunga agresif bank sentral AS (The Fed) selama setahun terakhir. Untuk menopang neraca, SVB menjual US$2,25 miliar saham baru. Ketika suku bunga mendekati nol, bank-bank memborong obligasi bertenor panjang yang tampaknya berisiko rendah. Namun, ketika The Fed menaikkan suku bunga demi mengendalikan inflasi, nilai aset-aset tersebut jatuh. Hal ini membuat bank-bank, termasuk SVB menanggung kerugian yang belum direalisasi. Tercatat, SVB telah kehilangan US$1,8 miliar obligasi yang nilainya hancur imbas kenaikan suku bunga acuan.