Iran telah mengalami lonjakan dugaan serangan peracunan di sekolah perempuan di seluruh negeri dalam beberapa hari terakhir. Staf medis dan guru menuduh pejabat pemerintah berusaha membungkam para korban. Orang tua korban telah melakukan protes atas insiden peracunan tersebut. Pasukan keamanan dilaporkan menembakkan gas air mata ke arah kerumunan pengunjuk rasa pada Ahad (5/3/2023) di Ibu Kota, Teheran. Video media sosial menunjukkan pasukan keamanan membubarkan protes.
Seorang dokter yang telah merawat beberapa siswa yang terkena dampak mengatakan dia meyakini ponselnya sedang diawasi. Mereka menggambarkan langkah tersebut sebagai kampanye pembungkaman yang diatur oleh pemerintah. Menteri Dalam Negeri Iran, Ahmad Vahidi mengatakan, sejauh ini pihak berwenang belum melakukan penangkapan terkait dugaan peracunan itu. Zat mencurigakan telah diidentifikasi sehubungan dengan insiden tersebut.
Presiden garis keras Iran Ebrahim Raisi menyalahkan insiden itu pada musuh Iran yang bertujuan untuk memicu kerusuhan di negaranya. Raisi tidak secara langsung menyebutkan siapa “musuh” itu. Kendati demikian, Teheran biasanya menuduh Amerika Serikat dan Israel. Para pemimpin Iran secara tradisional menolak kritik terhadap pembatasan yang diberlakukan terhadap perempuan. Pada pertemuan dengan gubernur Qom awal Februari, seorang siswi mengatakan dia telah diracun dua kali. Siswi yang berbicara dengan syarat anonim itu mengatakan, pemerintah berusaha mengaburkan insiden peracunan massal tersebut.