Sebagai upaya mempercepat terciptanya ekosistem elektrifikasi dari hulu sampai hilir di Indonesia, Pemerintah RI memutuskan untuk memberikan bantuan berupa insentif pembelian kendaraan listrik, yang rencananya berlaku pada 20 Maret 2023. Sebab, dikatakan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, program percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) belum berjalan sesuai harapan. Salah satu alasannya, karena terdapat ketimpangan harga antara kendaraan listrik yang ramah lingkungan dengan kendaraan konvensional. Sehingga dari sisi industri, Indonesia kalah saing dalam menarik investor di sektor tersebut.
Namun, laiknya pisau bermata dua, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai kebijakan terkait kontraproduktif bahkan rawan kecurangan. “Kita ambil salah satu tujuan diberikannya insentif pada motor listrik yang menyasar UMKM. Mereka itu butuhnya modal, bukan motor listrik,” katanya. “Kemudian, targetnya itu 200.000 unit motor listrik yang diberikan insentif bisa diserap. Maka secara otomatis, akan menambah kemacetan jalan yang pada akhirnya meningkatkan potensi kecelakaan. Karena, pembeli mayoritas bakal dari wilayah perkotaan,” ujar Djoko. Mengingat, berdasarkan data Korlantas Polri, sepanjang 2021 hampir 80 persen penyumbang kecelakaan di jalan berasal dari kendaraan roda dua. Belum lagi masalah potensi timbulnya oknum yang bisa ‘mengakali’ skema penyaluran insentif untuk dirinya sendiri. Yaitu, membeli motor pakai insentif tapi dijual kembali ke orang lain dengan harga khusus.
Walaupun memang pemerintah berencana akan membuat suatu sistem untuk dapat menyeleksi calon konsumen agar bisa mendapatkan insentif tersebut. “Kemudian soal konversi. Itu penunjukkan bengkelnya seperti apa? Jangan sampai ya nanti malah teman-temannya sendiri. Bengkel di daerah itu banyak yang didirikan oleh SMK dan tidak kalah canggih (soal elektrifikasi),” ucap Djoko. Rencana (kuota) yang diberikan insentif 50.000 unit, tidak kecil jadi rawan sekali penyelewengan. Adapun mengenai pemberian insentif mobil listrik yang kuota penyalurannya sampai 35.900 unit, dikhawatirkan fasilitas pendukung berupa charging station-nya belum siap. Oleh karena itu, Djoko menyarankan, sebaiknya insentif dialihkan untuk meremajakan angkutan umum dengan basis listrik, baik yang moda kecil sampai besar atau bus. Dengan begitu, emisi udara bisa kurangi, kemacetan bisa ditekan, kecelakaan jalan dikurangi, konsumsi BBM berkurang, sampai angka inflasi pun bisa diturunkan. Jadi, manfaatnya lebih jelas ke masyarakat karena kenaikan inflasi erat kaitannya dengan konsumsi BBM dan kepemilikan kendaraan.