Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB, Yanuar Prihatin, mengatakan PKPU Nomor 33 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu dinilai tidak terlalu spesifik mengatur sosialisasi yang dilakukan di luar tahapan kampanye. Akibatnya, ada kekhawatiran perbedaan tafsir antara bakal calon anggota legislatif, KPU dan Bawaslu di daerah ketika menilai kegiatan yang dilakukan oleh individu yang akan maju sebagai peserta pemilu. KPU diharapkan segera menyosialisasikan format sosialisasi kepada parpol agar aturannya tidak simpang siur.
Penjabat Sementara Direktur Eksekutif Pusat Kajian Ilmu Politik UI, Hurriyah, mengatakan hal ini masalah klasik dalam pemilu, yakni selalu ada kesenjangan antara aturan yang dibuat penyelenggara yang mengatur tentang perilaku para kontestan. Sementara, pola-pola perilaku aktor elektoral selalu berbeda dengan hal-hal yang diatur. Salah satunya, aturan tentang sosialisasi hanya diberlakukan kepada parpol, padahal yang lebih banyak sosialisasi adalah bacaleg dan bacapres. Aturan kampanye di media sosial hanya mewajibkan pendaftaran akun resmi kandidat, padahal yang lebih banyak berkampanye adalah akun tidak resmi.
Hurriyah menambahkan adanya aturan tentang sosialisasi di PKPU 33/2018 pun tidak menjamin bahwa tidak akan ada pelanggaran. Sebab, dalam aturan tersebut masih terdapat kesenjangan substansi dan minimnya kepatuhan parpol. Kalaupun ada sanksi, cenderung sangat lemah sehingga sangat berpotensi dilanggar.