Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menilai, Indonesia dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menghadapi tantangan besar dalam mengembangkan ekosistem kendaraan listrik (electricvehicles/EV). Indonesia secara khusus memiliki sejumlah prioritas dalam menjalani perannya sebagai Ketua ASEAN tahun ini, salah satunya adalah memastikan ketahanan energi dalam mendukung transisi dari energi fosil ke energi bersih dan terbarukan, antara lain dengan mengembangkan ekosistem kendaraan listrik regional. Menurut Yose, Indonesia harus bisa memastikan agenda tersebut tidak dinilai sebagai sebuah kompetisi oleh negara-negara ASEAN. Hal ini mengingat Indonesia bukan satu-satunya negara yang getol mendorong ekosistem kendaraan listrik di dalam negeri. Selain itu Indonesia tantangan besar lainnya adalah dalam mengembangkan rantai pasok industri kendaraan listrik di tingkat regional.
Hal senada disampaikan pakar ekonomi energi Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Alloysius Joko Purwanto. Dia mengatakan, Indonesia harus dapat memastikan bahwa agenda pengembangan ekosistem EV ini tidak dianggap sebagai kepentingan Indonesia sendiri. Joko menyebut setidaknya ada dua negara ASEAN yang saat ini menjadi pemain utama dalam pengembangan ekosistem EV, yakni Indonesia dan Thailand. Direktur Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Sidharto Suryodipuro sebelumnya mengatakanbahwa negara-negara anggota ASEAN sudah mulai melakukan pembicaraan terkait pengembangan ekosistem kendaraan listrik di kawasan. Menurut dia, ada pandangan yang sama dari negara-negara anggota terkait hal ini. “Bagaimana kita menciptakan suatu ekosistem (kendaraan listrik) kawasan yang memiliki aturan yang sama atau setidaknya serupa. Jadi setiap produsen memiliki pandangan kawasan dan tidak hanya fokus pada (pasar) dalam negeri,” ujar Sidharto.