Kementerian PUPR mengendus ‘ketamakan’ pengembang dalam kasus mangkraknya pembangunan Meikarta. Hal ini lantaran pengembang tak bisa menepati janji kepada konsumen sesuai kesepakatan. Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto menilai kasus mangkrak tersebut disebabkan oleh pengembang yang menawarkan hunian tanpa perhitungan matang terkait pembiayaan. Latar belakang dari perilaku pengembang disebabkan ambisi ingin membangun dan menjual apartemen dengan keuntungan besar, sementara ada keterbatasan finansial pada sisi pengembang. Kondisi ini pun membuat Iwan prihatin kepada konsumen. Sebab, pengembang sudah menerima uang dari konsumen dalam bentuk tanda jadi, uang muka, bahkan angsuran kredit pemilikan apartemen (KPA) atau cash keras bertahap.
Di sisi lain, Iwan juga menyayangkan tindakan konsumen yang tidak teliti sebelum membeli hunian. Dalam hal ini, konsumen tergiur dengan harga yang penawaran yang lebih murah sehingga ada beberapa hal yang luput, misalnya legalitas tanah yang belum jelas. Iwan lantas merinci enam hal yang akan dan sudah dilakukan Kementerian PUPR dalam menghadapi kasus apartemen mangkrak seperti Meikarta. Pertama, pihaknya mengaku sudah mendorong pemerintah daerah (pemda) melakukan sosialisasi, bimbingan teknis, dan bantuan teknis. Kedua, mendorong pembentukan kelompok-kelompok kerja dan Forum Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) di berbagai daerah. Iwan berharap langkah ini bisa membuat kebijakan, pengawasan, serta pembangunan apartemen termonitor. Bagi masyarakat yang dirugikan, disarankan mengadukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang terdapat di berbagai provinsi dan kabupaten/kota atau melaporkannya ke aparat penegak hukum, yakni polda atau kejaksaan negeri. Keempat, Iwan menegaskan pihaknya bakal menyiapkan tenaga ahli untuk memberi masukan atau pandangan independen atas kasus yang dihadapi korban yang mengadu ke BPSK hingga penegak hukum. Kelima, PUPR menyebut terus melengkapi pelaksanaan UU atau PP dengan Peraturan Menteri PUPR dan berkoordinasi dengan kementerian lain, seperti Kementerian Dalam Negeri hingga Kementerian Perdagangan. Iwan menegaskan hal tersebut ditempuh sebagai langkah penyempurnaan berbagai instrumen pengaturan. Dalam pelaksanaannya, ia mengklaim berkomunikasi dan berkoordinasi dengan pemda, khususnya dinas PKP di provinsi dan kabupaten/kota. Keenam, Iwan menyebut PUPR bisa ditugaskan untuk memastikan pembangunan sampai serah terima unit pada 2027. Hal ini dilakukan untuk kasus Meikarta yang sudah melalui proses pengadilan niaga dan keputusan berupa homologasi, di mana serah terima unit akan dilakukan bertahap sampai 2027. Namun, PUPR perlu dibantu oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) untuk memastikan ketersediaan pembiayaan perumahan untuk penyelesaian pembangunan apartemen di Meikarta.