Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja Komisi III DPR, mengungkapkan PPATK bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu untuk melihat potensi penggunaan dana hasil tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagai sumber pembiayaan pemilu. Dari hasil riset PPATK dalam dua pemilu terakhir, potensi itu ternyata ditemukan. PPATK memastikan nilai dana TPPU mencapai triliunan rupiah, yang didapat dari sejumlah transaksi ilegal, seperti pembalakan liar, pertambangan ilegal, dan pencurian ikan ilegal. Dana tersebut diindikasikan digunakan oleh para politikus secara personal.
Menanggapi temuan PPATK, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani, mengatakan laporan yang disampaikan PPATK baru indikasi adanya perbuatan tindak pidana dan masih sebatas paparan secara global. Karena itu, Komisi III meminta PPATK untuk merinci laporan, terutama mengenai nilai nominal pasti dana hasil pencucian uang yang digunakan untuk aktivitas politik.
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, PPATK merupakan lembaga yang berwenang memantau dan menganalisis transaksi keuangan. Jika ada indikasi transaksi yang mencurigakan, hal itu sebaiknya disampaikan kepada aparat penegak hukum agar bisa segera diproses. Adapun dalam konteks kepemiluan, penegakan hukum terkait transaksi mencurigakan dalam pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada) menjadi kewenangan Bawaslu.