Minimnya investasi kilang di Tanah Air harus dibayar mahal oleh PT Pertamina (Persero), karena badan usaha milik negara holding migas itu harus merogoh kocek lebih dalam agar bisa mendapatkan pasokan minyak mentah yang bisa diolah didalam negeri. Kini Pertamina membuka lebar opsi pembelian minyak dari berbagai negara, termasuk Rusia yang sempat dikabarkan mendiskon harga minyak mentahnya. Hal itu dilakukan untuk menyiasati spesifikasi kilang di Tanah Air yang relatif sudah ketinggalan.
Kilang-kilang yang dikelola Pertamina melalui sub-holding refining & petrochemical-nya, PT Kilang Pertamina Internasional, memang sebagian besar masih menggunakan teknologi lama. Akibatnya, fasilitas tersebut tidak kompatibel untuk mengolah minyak mentah dengan kadar sulfur tinggi. Padahal, minyak dengan kadar sulfur yang tinggi biasanya memiliki harga yang lebih murah, sehingga Pertamina harus memutar otak mencari formulasi pencampuran beberapa jenis minyak mentah agar bisa diolah di kilangnya.
Sekarang minyak mentah yang lebih murah itu bisa kita beli, nanti kita bisa blending. Biasanya kalau minyak [yang harganya] murah itu kandungan sulfurnya tinggi, sehingga perlu teknologi yang lebih modern di kilangnya, kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati beberapa waktu lalu. Untuk memperbarui teknologi kilang yang ada saat ini, Pertamina sebenarnya sudah melaksanakan sejumlah proyek refinery development master plan [RDMP] di beberapa kilangnya. Hal tersebut bertujuan agar jenis minyak mentah yang bisa diolah di kilang tersebut makin beragam. Berdasarkan catatan Kilang Pertamina Internasional, tahun lalu perusahaan telah merampungkan RDMP Balongan, sehingga kapasitasnya meningkat menjadi 150.000 barel per hari dari sebelumnya 125.000 barel per hari.