Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) mengungkapkan salah satu faktor mengapa Minyakita langka karena seretnya ekspor produk sawit ke luar negeri. Pasalnya, selama ini margin ekspor lah yang menutup kerugian produsen tiap kali membuat Minyakita.
Plt Ketua Umum DMSI Sahat Sinaga memaparkan rata-rata distribusi minyak goreng dari pabrik dan sampai ke konsumen membutuhkan biaya Rp3.000. Namun, dengan HET yang ada sekarang, produsen harus menanggung kerugian Rp2.600 untuk minyak goreng curah dan Rp4.041 untuk minyak goreng premium. Kerugian dari memproduksi minyak goreng untuk dalam negeri itu bisa ditutup dengan keuntungan ekspor. Pasalnya, margin atau keuntungan yang didapat dari ekspor CPO minimal US$38 atau Rp589 ribu (asumsi kurs Rp15.500) per ton. Sementara saat ini, Sahat mengungkapkan para pengusaha memiliki 6 juta ton crude palm oil (CPO) yang menumpuk dan siap diproduksi. Namun, pengusaha enggan memproduksi sebab permintaan dari pasar global sedang lesu.
Lebih jauh, saat ini tak ada insentif bagi pengusaha yang melakukan ekspor. Selain pasar global yang lesu, pengusaha mesti membayar US$142 atau Rp2,2 juta untuk pungutan ekspor dan bea keluar. Ia pun mengusulkan agar Kementerian Keuangan membekukan aturan bea ekspor untuk memantik gairah produsen melakukan ekspor CPO.