Kementerian ESDM: Porsi Penggunaan Biomassa dalam Cofiring di PLTU Masih Mini

Kementerian ESDM telah memiliki peta jalan pemanfaatan biomassa hingga 2025 mendatang yang menargetkan pemanfaatannya mencapai 10,2 juta ton per tahun. Namun sampai saat ini porsi biomassa dalam co firing di PLTU masih mini, yakni 5% dari penggunaan bahan bakar batubara. Koordinator Implementasi dan Pengembangan Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Gatot Tri Widodo menyampaikan, dalam rangka mencapai target net zero emission (NZE) di samping mengganti pembangkit batubara, bisa juga mengganti bahan bakar PLTU. Saat ini yang sudah dilakukan mengganti bahan bakar 5% dengan biomassa. Dan itu tidak ada kendala dari sisi panasnya, capaian listriknya tidak ada yang berbeda (jika dibandingkan menggunakan 100% batubara). Gatot berharap, peningkatan biomassa dalam Co-Firing di PLTU ini bisa meningkat secara bertahap menjadi 10% bahkan lebih. Namun, peningkatan ini masih terus dikaji terutama dari sisi bahan bakunya. Gatot bilang, jangan sampai menerapkan biomassa 10%-20% tetapi bahan bakunya terhambat atau terhalang karena pasokannya tidak ada. Sampah pun harus dibuat menjadi pallet baru bisa dibakar. Selain sampah bisa juga dari tanaman-tanaman, tetapi ini harus dipikirkan supply-nya, masih mengkaji hal tersebut. Di dalam paparan materinya saat ini sedang dilakukan Harmonisasi Rancangan Permen tentang Pemanfaatan Biomassa sebagai Campuran Bahan Bakar pada PLTU dengan Kemenkumham dan Kementerian Lembaga (K/L) terkait.

Sebagai informasi saja, teknologi co-firing akan memanfaatkan biomassa sebagai substitusi parsial batubara untuk dibakar di boiler pembangkit listrik. Biomassa ini dapat diperoleh dari beragam bahan baku, seperti limbah hutan, perkebunan, atau pertanian. Pemanfaatan limbah biomassa dapat mengurangi emisi metana yang disebabkan oleh degradasi limbah biomassa itu sendiri.

Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana pernah menyampaikan PLN sudah bergerak memanfaatkan biomassa di mana sudah ada 35 unit PLTU yang menggunakan ini. Dari waktu ke waktu, Dadan menyatakan, pemanfaatan biomassa akan terus meningkat.

Untuk mencapai target bauran EBT hingga 23% di 2025, Dadan bilang, Indonesia memerlukan 10 juta ton sampah biomassa per tahun di mana sumbernya sudah tersedia saat ini. “Kalau hitung limbah dari bahan pertanian saja ini sudah lebih dari cukup. Melansir laman resmi Kementerian ESDM, hasil pemetaan Direktorat Jenderal EBTKE mengungkapkan limbah dari hutan memiliki potensi sebesar 991.000 ton (eksisting), serbuk gergaji 2,4 juta ton, serpihan kayu 789.000 ton, cangkang sawit 12,8 juta ton, sekam padi 10 juta ton, tandan buah kosong 47,1 juta ton, dan sampah rumah tangga 68,5 juta ton. Namun dari sisi harga, Dadan menyatakan, harga listrik yang dihasilkan dari biomassa dan batubara tidak bisa dibandingkan setara (appel to apple) karena harga batubara dibatasi (cap). Maka itu harga listrik yang dihasilkan dari biomassa tentu akan lebih mahal dibandingkan dengan PLTU.

Search