Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam laporannya di New York, Rabu (25/1), menyebutkan pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan melambat dari sekitar 3,0 persen pada 2022 menjadi 1,9 persen pada 2023 atau yang terendah dalam beberapa dekade terakhir. Dalam laporan dan Prospek Ekonomi Dunia 2023, PBB memperkirakan pertumbuhan global akan meningkat secara moderat menjadi 2,7 persen pada 2024 karena beberapa hambatan ekonomi makro diperkirakan akan mulai mereda tahun depan.
Di tengah inflasi yang tinggi, pengetatan moneter yang agresif, dan ketidakpastian yang meningkat, penurunan saat ini telah memperlambat laju pemulihan ekonomi dari krisis Covid-19, mengancam beberapa negara, baik negara maju maupun berkembang dengan prospek resesi pada 2023. Momentum pertumbuhan, menurut laporan tersebut, melemah secara signifikan di Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan negara maju lainnya pada 2022 sehingga berdampak buruk pada ekonomi global lainnya melalui berbagai kanal. Kondisi tersebut menunjukkan kalau pengetatan kondisi keuangan global, ditambah dengan dollar yang kuat, memperburuk kerentanan fiskal dan utang di negara-negara berkembang.
Sebagian besar negara berkembang melihat pemulihan berjalan lebih lambat pada 2022 dan terus menghadapi kelonggaran pekerjaan yang cukup besar. PBB memperingatkan bahwa pertumbuhan yang lebih lambat, ditambah dengan inflasi yang tinggi dan kerentanan utang yang meningkat, mengancam untuk lebih lanjut menghambat pencapaian yang diperoleh dengan susah payah dalam pembangunan berkelanjutan, serta memperdalam efek negatif dari krisis saat ini. Pada 2022, jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan akut meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2019, mencapai hampir 350 juta. Laporan PBB juga meminta pemerintah dari semua negara untuk menghindari penghematan fiskal yang akan menghambat pertumbuhan dan secara tidak proporsional mempengaruhi kelompok yang paling rentan, mempengaruhi kemajuan dalam kesetaraan gender, dan menghalangi prospek pembangunan lintas generasi.