Krisis Biaya Hidup Menjadi Risiko Global Terbesar

Krisis ekonomi yang terjadi di berbagai belahan dunia mulai dirasakan di setiap negara. Kenaikan biaya hidup cukup tinggi seperti mencekik, sehingga masyarakat harus memutar otak agar bisa tetap eksis. Di sejumlah negara di Eropa disebutkan, banyak pekerja yang harus mengambil pekerjaan tambahan atau pekerjaan samgan untuk menutup biaya hidup. Akibat krisis biaya hidup, banyak warga bergantung pada bantuan pangan hingga terpaksa pindah negara. Jutaan orang di seluruh dunia menghadapi situasi sulit karena harga pangan dan energi melonjak. Kasus krisis biaya hidup tersebut menjadi salah satu topik penting yang dibahas di Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) pada Rabu (11/1).

Kenaikan biaya hidup di Inggris dilaporkan melonjak 25 persen. Hal serupa juga terjadi di negara Eropa lainnya, sehingga banyak yang harus kerja samgan, juga banyak kasus warga yang menggelandang karena tak sanggup membayar sewa rumah, kenaikan tarif listrik dan energi. Kenaikan biaya hidup yang melejit juga dilaporkan dari Jepang. Kenaikan harga pangan mencapai 20 persen. Belum lagi kenaikan kebutuhan lainnya sehingga sangat memberatkan.

Hasil studi oleh Forum Ekonomi Dunia menyebutkan krisis biaya hidup adalah risiko global terbesar selama dua tahun ke depan. Laporan menjelang pertemuan WEF di Davos pada 20 Januari itu menggambarkan krisis biaya hidup sebagai “risiko jangka pendek terbesar” antara sekarang hingga 2025, diikuti oleh bencana alam, peristiwa cuaca ekstrem, dan “konfrontasi geo-ekonomi”. Inflasi global tetap pada tingkat tertinggi setelah biaya energi dan makanan meroket tahun lalu, sebagian besar karena invasi terhadap kekuatan pertanian Ukraina oleh produsen minyak dan gas besar Rusia. Keterbatasan pasokan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19 juga berkontribusi pada tingginya harga yang berlangsung selama puluhan tahun bagi konsumen. “Ini termasuk krisis pasokan energi dan makanan, yang kemungkinan akan bertahan selama dua tahun ke depan, dan peningkatan kuat dalam biaya hidup dan pembayaran utang,” tambahnya. Laporan itu mengatakan risiko krisis merusak upaya untuk mengatasi risiko jangka panjang, terutama yang terkait dengan perubahan iklim, keanekaragaman hayati, dan investasi dalam sumber daya manusia.

Search