Pada Senin (9/1/2023), Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia menggelar pertemuan bilateral di Israna Kepresidenan Bogor. Presiden Jokowi menyampaikan ucapan selamat atas pelantikan PM Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri ke-10 Malaysia pada November 2022 silam. Jokowi pun meyakini di bawah kepemimpinan Anwar Ibrahim kerja sama kedua negara akan semakin kuat. “Malaysia bukan saja negara tetangga dekat Indonesia, namun kita juga merupakan bangsa serumpun dan memiliki hubungan yang sangat kokoh,” tandasnya. Dalam pertemuan tersebut, kedua pemimpin membahas mengenai sejumlah kerjasama. Salah satunya adalah adanya minat investor Malaysia untuk berpartisipasi dalam pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Rupanya, para investor jiran melihat adanya potensi besar IKN yang akan berdampak kepada Malaysia ke depan.
Meski hubungan antara Indonesia dan Malaysia berlangsung baik, namun bukan berarti hubungan keduanya tidak menemukan kendala. Mengutip indonesia.go.id, ada dua masalah utama yang dihadapi kedua negara. Permasalahan pertama adalah terkait perbatasan. Indonesia dan Malaysia memiliki masalah dalam perbatasan bersama di darat dan laut. Saat ini, perbatasan darat kedua negara mencapai lebih dari 2.000 kilometer, mulai di Tanjung Datu yang ada di barat Pulau Kalimantan hingga Pulau Sebatik di sebelah timur. Perbatasan laut dengan Malaysia terbagi menjadi empat segmen, yaitu di Selat Malaka, Selat Singapura bagian timur, Laut Natuna Utara, dan Laut Sulawesi. Terdapat tujuh titik bermasalah (outstanding boundary problems/OBP), yaitu Batu Aum, Gunung Raya, Sungai Buan/Gunung Jagoi, D 400, Pulau Sebatik, Sungai Sinapad, dan B 2700–B 3100. Indonesia juga sudah mengajukan satu OBP tambahan kepada Malaysia, yaitu Tanjung Datu. Sedangkan untuk perbatasan laut, kedua negara masih belum menyepakati beberapa segmen, baik laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, maupun landas kontinen.
Masalah kedua yang perlu perhatian khusus kedua pemimpin adalah masalah pekerja migran Indonesia (PMI). Data Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur mencatat, sampai Mei 2021 ada sekitar 2,94 juta warga negara Indonesia (WNI) berada di Malaysia. Sekitar 1,6 juta orang di antaranya PMI, dan separuhnya berstatus PMI ilegal atau oleh Malaysia disebut sebagai Pekerja Asing Tanpa Izin (PATI). Status sebagai PATI akan menyulitkan Pemerintah Indonesia untuk melakukan perlindungan hukum kepada warganya. Utamanya ketika mengalami masalah ketenagakerjaan di jiran yang dapat berujung penahanan di jeruji besi. Ketika diwawancarai Prisma, Anwar Ibrahim pernah mengakui kalau kehidupan di jeruji tahanan Malaysia kerap memberi penderitaan bagi para PATI asal Indonesia.