Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, sesuai keputusan Muktamar Muhammadiyah, ada dua usulan mengenai sistem pemilu. Pertama, sistem proporsional terbuka diganti dengan proporsional tertutup sehingga pemilih hanya memilih tanda gambar partai politik. Kedua, sistem proporsional terbuka terbatas, pemilih bisa memilih parpol atau nama calon anggota legislatif yang penghitungannya menggunakan bilangan pembagi pemilih.
Mu’ti menuturkan, usulan proporsional tertutup dan proporsional terbuka terbatas sudah mengemukan sejak 2014. Perubahan sistem proporsional terbuka, diharapkan bisa mengurangi kanibalisme politik karena saat ini sesama caleg saling menjegal satu sama lain. Praktik-praktik seperti ini berpotensi menimbulkan polarisasi politik di masyarakat. Melalui perubahan sistem pemilu, diyakini parpol akan bersungguh-sungguh menyiapkan kadernya di lembaga-lembaga legislatif. Penguatan institusi parpol juga bisa terjadi karena mereka harus mendidik dan menyiapkan kader sebagai negawaran yang memikirkan masa depan bangsa.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, NU menganggap wacana perdebatan mengenai sistem pemilu merupakan domain dari pembentuk undang-undang dan KPU. Gus Yahya menegaskan bahwa demokrasi harus dikonsolidasikan menjadi demokrasi yang rasional, transparan, dan adil bagi semua pihak.