Indeks manufaktur Indonesia (Purchasing Managers’ Index/PMI Manufaktur) Indonesia meningkat dari 50,3 pada November menjadi 50,9 pada Desember 2022. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengklaim aktivitas manufaktur nasional masih tetap terjaga pada zona ekspansif selama enam belas bulan berturut-turut. Ia mengatakan secara keseluruhan, optimisme pelaku usaha masih cukup terjaga, meskipun sebagian responden tetap mengantisipasi kondisi ekonomi dunia dan cuaca ekstrem yang dianggap berpotensi menghambat laju distribusi.
Kondisi tersebut juga didukung oleh masih kuatnya permintaan dalam negeri sejalan dengan tetap terjaganya tekanan inflasi. Padahal, permintaan ekspor masih tertahan. Meski begitu, Febrio mengingatkan risiko perlambatan ke depan masih tetap harus diwaspadai. Tren PMI Manufaktur Korea Selatan 48,2 pada Desember, turun dari 49 pada November. Ini terkontraksi sejak Juli 2022 dan terus melambat sampai akhir tahun terus berlanjut. Beberapa negara kawasan ASEAN+3 juga belum berhasil keluar dari zona kontraksi seperti Jepang 48,8 (November 49), Vietnam 46,4 (November 47,4), dan Malaysia 47,8 (November 47,9).
Sementara PMI di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Inggris juga menunjukkan tren kontraksi dan perlambatan. Di sisi lain, aktivitas manufaktur India sebagai salah satu tujuan diversifikasi pasar ekspor bagi Indonesia mengalami penguatan pada level yang cukup tinggi. PMI Manufaktur India tercatat ekspansi selama 18 bulan berturut-turut dan meningkat di Desember ke level 57,8 (November 55,7). Secara kumulatif Januari-November 2022, pertumbuhan ekspor Indonesia ke India mencapai 79 persen (ytd), meningkat tajam dibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 32,5 persen. Hal ini, sambung Febrio, mengindikasikan masih kuatnya prospek kinerja ekspor Indonesia di 2023.