Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, memaparkan berbagai alasan ekonomi Indonesia sedikit melambat pada triwulan IV-2022. Dia pun memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional hanya akan berada di kisaran 4,5 sampai 5 persen year on year (yoy) pada triwulan III-2022, atau melambat dibandingkan triwulan IV-2022 yang sebesar 5,72 persen yoy.
Berbagai faktor yang menyebabkan ekonomi Indonesia melambat pada triwulan IV-2022, di antaranya konsumsi rumah tangga di dalam negeri yang tereduksi akibat kenaikan inflasi pada periode ini. “Pada triwulan IV-2022 ada peningkatan inflasi yang lebih karena kenaikan harga BBM, khususnya BBM bersubsidi. Kami melihat karena faktor inflasi, dari sisi daya beli sudah mulai ada sedikit perlambatan,” kata Faisal. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia terus mengalami penurunan, yang tercatat di level 50,3 pada November 2022, dari sebelumnya di level 51,8 pada Oktober 2022 dan di level 53,7 pada September 2022. Kemudian, mulai terjadi penyempitan terhadap surplus neraca perdagangan, yang mana Indonesia mencatat surplus sebesar 14,92 miliar dollar AS atau setara 234,20 triliun rupiah pada triwulan III-2022.
Meski mengalami pelambatan di akhir tahun, CORE Indonesia memprediksi ekonomi nasional mampu tumbuh 4,5 hingga 5,0 persen pada 2023. Kondisi ekonomi RI lebih baik dibanding ekonomi negara-negara barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa akan menjadi rentan akibat lonjakan inflasi dan pengetatan moneter. Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rizal Taufikurrahman, memproyeksikan ekonomi Indonesia akan mengalami moderasi dengan tumbuh di kisaran 5,3 persen year on year (yoy) pada triwulan IV-2022. Sementara itu, Ekonom Universitas Airlangga, Surabaya, Wasiaturrahma, optimistis Indonesia dapat menghadapi gejolak global yakni dengan menguatkan sinergi dan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Dosen Fakultas Bisnis dan Ekonomika UAJY sekaligus Sekretaris ISEI Cabang Yogyakarta, Y Sri Susilo, mengatakan bahwa kunci mendorong pertumbuhan ekonomi adalah hilirisasi industri. Dengan adanya hilirisasi, ke depannya komoditas yang diekspor bukan lagi berupa bahan baku atau bahan mentah, tetapi berupa barang setengah jadi atau barang jadi. Dengan demikian, terjadi proses industrialisasi terhadap komoditas, misalnya hasil tambang sehingga komoditas tersebut memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.