Sejak membuka pos pengaduan kecurangan verifikasi faktual parpol pekan lalu hingga Minggu (18/12), Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih menerima laporan dugaan kecurangan dari tujuh provinsi dan 12 kabupaten/kota. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, menjelaskan dugaan manipulasi data itu terjadi dalam rangkaian peristiwa sepanjang 5-7 November 2022.
Pada 5 November, setelah melakukan verifikasi faktual parpol, KPU kabupaten/kota menyerahkan hasil kerjanya kepada KPU provinsi. Sehari setelahnya, KPU provinsi merekapitulasi hasil verifikasi faktual ke aplikasi Sipol KPU. Kemudian pada 7 November, KPU provinsi dijadwalkan menyampaikan hasil verifikasi faktual ke KPU. Namun, anggota KPU disebut menginstruksikan kepada KPU provinsi untuk mengubah status verifikasi parpol tertentu dari TMS menjadi MS. Akan tetapi, tidak semua anggota KPU provinsi mau melaksanakan perintah tersebut. Akibatnya, ada perubahan modus intervensi, yakni melalui perintah Sekjen KPU kepada sekretaris provinsi. Sekretaris provinsi diminta untuk memerintahkan pegawai operator Sipol mengubah status verifikasi parpol. Perintah itu juga disebut disampaikan melalui panggilan video disertai ancaman mutasi bagi pegawai yang menolak.
Ibnu Syamsu Hidayat dari Themis Indonesia Law Firm mengatakan, sebagai kuasa hukum dari sembilan anggota KPU dari lima kabupaten/kota dan dua provinsi, termasuk pegawai bagian teknis di sekretariat KPU di daerah, telah menyampaikan somasi kepada KPU (13/12) lalu. Somasi tersebut terkait dengan dugaan kecurangan, manipulasi data, dan pelanggaran hukum dalam proses verifikasi faktual parpol. Namun, hingga saat ini belum ada balasan dan tindak lanjut dari KPU terhadap somasi tersebut, sehingga akan dilakukan penegakan etik dengan melapor ke DKPP dalam waktu dekat.