KUHP Baru Dinilai Perburuk Situasi Pemberantasan Korupsi

KUHP yang baru dinilai akan memperburuk situasi penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait penindakan terhadap para pelaku korupsi, karena ancaman hukuman korupsi dalam KUHP tersebut lebih rendah ketimbang yang tertera dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, mempertanyakan apakah pemerintah dan DPR melihat fenomena korupsi saat ini ketika merancang RKUHP (11/12). Pasalnya, di tengah jumlah kasus korupsi yang semakin meningkat dan nilainya yang semakin besar, pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dan DPR, malah memasukkan delik tindak pidana korupsi ke KUHP yang baru dengan ancaman hukuman lebih ringan. Selain penurunan hukuman, Novel juga menyoroti masuknya delik tindak pidana korupsi ke KUHP. Sebab, itu menjadikan tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana umum, bukan tindak pidana khusus.

Senior Partner Integrity Law Firm, yang juga Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia 2011-2014, Denny Indrayana, mengatakan KUHP dinilai tidak menjadi kabar baik di tengah penegakan hukum yang trennya sedang memburuk. Indikator memburuknya penegakan hukum di Indonesia yaitu adanya pelemahan wewenang KPK setelah revisi UU KPK pada 2019. Selain itu, adanya intervensi terhadap Mahkamah Konstitusi setelah penggantian hakim konstitusi Aswanto dan rencana revisi UU MK. Begitu pula tindakan represif dari aparat penegak hukum. Denny pun khawatir pengesahan RKUHP merupakan satu rangkaian dengan pelemahan KPK dan intervensi MK.

Search