DPR telah menyetujui agar RUU tentang Pengesahan Perjanjian antara Pemerintah RI dan Republik Singapura tentang Kerja Sama Pertahanan disahkan menjadi undang-undang. Lewat undang-undang itu, diharapkan bisa meminimalisasi ancaman pertahanan dan memperkuat hubungan bilateral kedua negara. Namun, pemerintah juga diingatkan agar cermat dalam menerbitkan peraturan turunannya agar tidak mengganggu kedaulatan negara. RUU itu merupakan tindak lanjut kerja sama Indonesia Singapura yang ditandatangani dalam acara Leaders Retreat di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, pada 25 Januari lalu, Saat itu, Indonesia-Singapura menandatangani 10 kerja sama, di antaranya kerja sama pertahanan, ekstradisi buron, dan kesepakatan pengelolaan ruang udara (flight information region/YYR).
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, Selasa (6/12/2022), mengingatkan, perjanjian pertahanan yang serupa pernah ditandatangani Indonesia dan Singapura pada 2007. Namun, perjanjian itu batal diratifikasi lantaran mengalami penolakan karena Singapura bisa latihan militer di wilayah teritorial Indonesia yang berbatasan dengan Singapura. Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani ini pun menyarankan agar pemerintah mencermati aturan turunan dari undang-undang perjanjian pertahanan Indonesia-Singapura tersebut, seperti wilayah latihan militer (military training ureu/MTA). Tujuannya, agar ada batasan wilayah yang digunakan Singapura untuk latihan sehingga tidak mengganggu kedaulatan negara. Indonesia dapat mengatur hal-hal detailnya di MTA sehingga tidak ada anggapan wilayah latihan tempur Singapura di Indonesia tidak ter- batas, ueap Hikmahanto.
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman B Ponto juga memandang, perjanjian itu membuat Singapura bisa latihan militer di wilayah teritorial Indonesia. Padahal, menurut dia, penggunaan wilayah suatu negara oleh negara lain hanya dilakukan dengan dua macam perjanjian, sewa-menyewa, dan servitude (kehambaan).
Atip Latipulhayat, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, pun menyampaikan, seharusnya DPR menolak RUU kerja sama pertahanan itu. Salah satunya, perjanjian itu terlalu menguntungkan Singapura dan merugikan Indonesia.