Kenaikan UMP Lemahkan Daya Saing Industri

Penetapan upah minimum tahun 2023 berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 18 Tahun 2022 akan berdampak buruk bagi kelangsungan kinerja industri padat karya di Tanah Air. Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) yang terlalu tinggi akan mendorong harga produk menjadi lebih mahal, sehingga berdampak negatif terhadap daya saing industri Indonesia. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengatakan, saat ini, produk industri padat karya yang menjadi andalan ekspor seperti sepatu, garmen, dan tekstil menurun ordernya 30-50%, akibat pelemahan ekonomi global. Dengan adanya regulasi Permenaker untuk kenaikan upah minimum tahun 2023, akan memperberat laju industri padat karya. Padahal industri ini memiliki daya serap tenaga kerja yang besar. Dalam keadaan order turun bagi industri labour intensive, export oriented yang penting perusahaan survive dan melakukan sesedikit mungkin PHK. Dalam kondisi susah ditambah kebijakan upah minimum tahun 2023, ini tambah memberatkan, ucap Anton.

Menurut Anton, langkah pemerintah menerbitkan PermenakerNo 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 juga menunjukkan sikap pemerintah yang tidak konsisten dalam melaksanakan regulasi. Sebab, sebelumnya, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Dari sisi struktur kebijakan, Permenaker juga lebih rendah dari PR Penetapan Permenaker No 18 Tahun 2022 terkesan dipaksakan, dan dinilai tidak sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini. Oleh karena itu, kami membawa masalah tersebut ke Mahkamah Konstitusi, untuk memastikan apakah bertentangan atau tidak bertentangan. Dalam kondisi yang berat ini, faktor riil di beberapa industri seperti sepatu, garmen, dan produk padat karya lain yang menurun 30-50% tidak dimasukkan dalam perhitungan, kata Anton. Dia menuturkan, pihaknya menekankan aspek legalitas dari regulasi yang ditetapkan pemerintah. Bila Permenaker No 18 Tahun 2022 sudah sah berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi, pihaknya akan menjalankan regulasi tersebut.

Kalau aspek legal terpenuhi, walaupun kami sulit apa boleh buat. Ini kan ada masalah legal yaitu aspek hukum tidak diperhatikan, hanya untuk memenuhi tuntutan salah satu kelompok. Kepentingan kelompok pencari kerja tidak menjadi perhatian, dalam keadaan sulit ditambah kebijakan ini (Permenaker No 18 Tahun 2022), akan menutup pintu bagi para pencari kerja, tandas Anton.

Berdasarkan PP No 36 Tahun 2021, rumus kenaikan upah minimum tahun depan adalah Max (PE(t), Inflasi(t)) x [(Batas atas (t) – UM(t)) / (Batas Atas(t) – Batas Bawah (t)) ]. UM adalah upah minimum, sedangkan Max artinya dipilih angka paling tinggi antara pertumbuhan ekonomi (PE) atau inflasi. Sedangkan Batas Atas adalah rata-rata konsumsi per kapita di suatu provinsi sebesar Rp 2,5 juta dikalikan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga (ART) yakni 4 orang, kemudian dibagi rata-rata banyaknya ART yang bekerja pada setiap rumah yakni 1. Sedangkan Batas Bawah adalah 50% dari Batas Atas.

Sedangkan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 menetapkan, kenaikan upah minimum adalah inflasi (PE x a), dengan besaran maksimal adalah 10%. Simbol a adalah indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang tertentu, yaitu 0,10 sampai 0,30. Kenaikan upah berdasarkan formulasi ini lebih tinggi.

Search