Pasar global menunjukkan kecemasan atas unjuk rasa di China. Pasar kha- watir karantina wilayah untuk pengendalian Covid-19 di China menjadi semakin berlarut-larut gara-gara unjuk rasa itu. Rangkaian unjuk rasa terjadi di beberapa kota di China sepanjang pekan lalu. Kebakaran di salah satu rumah susun di Kota Urumqi, Xinjiang, 25 November 2022, menjadi salah satu faktor pemicu unjuk rasa. Warga marah dan menuding karantina wilayah (lockdown) yang terlalu ketat berkontribusi pada kematian 10 orang di rusun itu.
Pembukaan kembali tidak akan mudah. Sepertinya perekonomian China akan semakin tertekan, bisa karena karantina yang tidak kunjung berakhir atau karena krisis kesehatan, kata analis senior Swiss- quote Bank, Ipek Ozkardeskaya. Ekonom Natixis, Gary NG, mengingatkan, pasar Asia sangat terhubung satu sama lain. Oleh karena itu, dampak gangguan pasar China bisa meluas ke berbagai negara. Pasar tidak suka ketidakpastian. Unjuk rasa di China menyebabkan kondisi ini, ujamya.
Seperti dikhawatirkan Ozkardeskaya, pasar pun bereaksi negatif atas perkembangan di China. Ketidakpastian pemulihan China membuat harga minyak anjlok. Dalam perdagangan kemarin, minyak WTI dijual 74 dollar AS per barel. Minyak Brent dijual 81 dollar AS per barel. Pedagang khawatir, permintaan minyak akan semakin berkurang kala perekonomian China tidak kunjung pulih. China merupakan iniportir minyak terbesar dunia. “Permintaan akan terus terpangkas, kata Direktur Pasar Minyak China pada S&P Global Commodity Insights, Fenglei Shi.