Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal memprediksi ekspor Indonesia bakal mengalami perlambatan pada 2023 sehingga berdampak terhadap penurunan surplus perdagangan. Faisal menyebut tahun ini Indonesia mengalami surplus perdagangan yang paling tinggi sepanjang sejarah. Ia memprediksi Indonesia bakal tetap mengalami surplus pada 2023, hanya saja lebih sempit dibandingkan tahun ini. Meski begitu, Faisal mengatakan bahwa tren yang terjadi belakangan ini tidak selalu sejalan dengan pertumbuhan ekspor Indonesia. Ia mencontohkan krisis energi dan perlambatan permintaan domestik di Uni Eropa justru membuat permintaan batu bara meningkat. Batu bara dianggap sebagai pilihan energi yang lebih murah. Sehingga, dalam track record ekspor Indonesia tetap mengalami peningkatan ke Uni Eropa, salah satunya ditopang oleh ekspor batu bara.
Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo menjelaskan batu bara masih akan menjadi penyumbang pendapatan negara tahun depan. Sehingga 2023 pemerintah masih akan didukung tinggi atas penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pajak lainnya dari batu bara.
Sebelumnya, BPS mencatat ekspor Indonesia per Oktober 2022 naik 0,13 persen ke US$24,81 miliar dari bulan sebelumnya sebesar US$24,78 miliar. Jika dibandingkan Oktober 2021, nilai ekspor RI naik 12,30 persen. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto merinci capaian ekspor Indonesia pada bulan ini yang ikut menyumbang surplus US$5,67 miliar atau setara dengan Rp88,25 triliun (asumsi kurs Rp15.565 per dolar AS) secara bulanan pada Oktober 2022. Neraca perdagangan mencatat surplus sebesar US$5,67 miliar. Sampai Oktober 2022 ini membukukan surplus selama 30 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.