Indonesia kalah dalam sengketa soal kebijakan larangan ekspor bijih nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pemerintah Indonesia pun siap mengajukan banding pasca dinyatakan melanggar ketentuan dalam putusan panel WTO terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, keputusan panel belum memiliki keputusan hukum yang tetap. “Masih terdapat peluang untuk banding dan tidak perlu mengubah peraturan atau mencabut kebijakan,” ungkap Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI, Senin (21/11). Arifin menjelaskan, dengan kondisi ini angka upaya hilirisasi mineral perlu untuk ditingkatkan. Salah satunya dengan menggencarkan pembangunan smelter.
Mengutip paparan Menteri ESDM, berdasarkan Final Panel Report per 17 Oktober 2022 ada tiga putusan yan dijatuhkan. Pertama, memutuskan kebijakan ekspor dan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral nikel di Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994. Kedua, menolak pembelaan yang diajukan oleh Pemerintah Indonesia terkait dengan keterbatasan jumlah Cadangan Nikel Nasional dan untuk melaksanakan Good Mining Practice (Aspek Lingkungan) sebagai dasar pembelaan. Ketiga, Final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lainnya pada tanggal 30 November 2022 dan akan dimasukkan ke dalam agenda Dispute Settlement Body (DSB) pada tanggal 20 Desember 2022.