Mafia Berupaya Halangi Pengembangan Pertanian Multikultural

Selain mengantisipasi krisis pangan global, pemerintah juga dituntut mewujudkan kedaulatan pangan berbasis pertanian multikultur dengan diversifikasi pangan lokal. Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, mengatakan dengan pertanian multikultur, ketahanan, dan keamanan pangan akan lebih terjaga, berkelanjutan, berkeadilan serta menyejahterakan petani kecil. Indonesia sangat cocok untuk mengembangkan pertanian multikultur, karena masing masing daerah memiliki potensi pangan lokal dan makanan khas selain padi/beras yang dapat digali dan lebih dikembangkan. Namun demikian, pengembangannya belum optimal dibanding potensi yang ada karena masih cenderung monokultur. Hal tersebut sangat disayangkan karena produksi padi nasional stagnan akibat konversi lahan sawah ke perumahan juga meningkat.

Tidak berkembangnya program substitusi pangan menurut Awan karena masih banyak mafia impor pangan yang menghendaki pemerintah terus mengimpor meskipun menguras devisa negara. “Makanya, pemerintah sulit mengejar target kemandirian pangan. Padahal, banyak pilihan kebijakan yang sebenarnya bisa didorong. Misalnya, gerakan bersama untuk kembali mengutamakan pangan lokal melalui revitalisasi pertanian multikultur sebagai basis diversifikasi pangan dan peningkatan produksi pangan lokal,” jelas Awan.

Sambil mendorong pertanian multikultur, pada saat yang sama pemerintah juga perlu mengupayakan demokratisasi tata niaga pangan melalui penguatan koperasi tani. Hal itu bertujuan agar perekonomian petani lebih tertata sehingga bisa tumbuh pesat. “Dengan penguatan koperasi tani, sektor pangan tidak lagi menjadi arena perburuan rente, para importir atau mafia pangan,” pungkas Awan.

Search